QILAT, OPINI – Pemilu Legislatif, Pemilihan Presiden, dan Pemilihan Kepala Daerah sudah didepan mata, hajat demokrasi 5 tahunan ini merupakan lampu kuning bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN) menjaga keinginannya untuk terlibat secara langsung maupun tidak langsung mensukseskan salah satu pihak yang ikut dalam kontestasi. Tidak menjadi netral bagi seorang ASN akan sangat merugikan karena bisa mendapatkan sanksi administrasi, penurunan jabatan bahkan diberhentikan menjadi seorang ASN. Berdasarkan data dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) pada tahun 2022, jumlah aduan yang masuk terkait pelanggaran netralitas ASN sebanyak 2.073 kasus, terbukti dan telah mendapatkan sanksi 1.605 kasus, dan sudah ditindaklanjuti pejabat Pembina Kepegawaian dan diberikan sanksi sebanyak 1.402 kasus.
Netralitas ASN atau yang dulu dikenal dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS) selalu menjadi sorotan dari masyarakat, pada zaman orde lama netralitas birokrasi atau ASN terus terusik dikarenakan partai politik yang berbeda dalam mengendalikan pemerintahan sehingga muncul banyak intervensi terhadap ASN. Berbanding terbalik pada zaman orde baru, ASN dikooptasi dan dimobilisasi secara sistematis untuk kepentingan penguasa sehingga Pemilu pada zaman Orde Baru hanya sebuah formalitas yang hasilnya sudah diketahui. Seiring dengan berkembangnya zaman, netralitas ASN sangat menjadi perhatian pemerintah, sekarang ini netralitas ASN diatur dalam regulasi yang diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 , Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, dan Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 2 Tahun 2022, Nomor 800-574 Tahun 2022, Nomor 246 Tahun 2022, Nomor 30 Tahun 2022, dan Nomor 1447.1/PM.01/K.1/09/2022 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum, Presiden pun berulang-ulang mengingatkan dalam berbagai kesempatan agar ASN bisa bersikap netral di Pemilu tahun 2024.
Bahkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 dalam Pasal 9 ayat 2 disebutkan “Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik”. Netralitas disini menegaskan ASN bukanlah anggota dari suatu partai politik, ASN merupakan organ dalam suatu organisasi pemerintah yang bertugas melaksanakan dan memberikan masukan kebijakan-kebijakan teknis kepada pimpinan dalam memberikan pelayanan publik yang optimal kepada masyarakat tanpa membeda-bedakan latar belakang agama, suku, bahkan sudut pandang politik.
Konsep Netral ASN
Bukan tentang terbang dan tenggelam, atau pun tentang Nurani. Netral yang satu ini adalah bagaimana kita bisa bersikap berdiri di tengah tidak condong ke kiri atau ke kanan. Meskipun kita sudah ada pilihan, jangan sampai kita mengajak masyarakat baik itu secara langsung maupun melalui sosial media untuk satu suara dengan pilihan kita. Dalam Kamus Besar Bahasa Indoensia (KBBI) kata “Netral” artinya adalah tidak berpihak, tidak berwarna, bebas atau tidak terikat.
Berbeda dengan TNI dan Polri, , ASN tetap diberikan hak untuk memilih, tetapi ASN ini sangat rentan sekali untuk dimanfaatkan atau dipolitisir dalam memenuhi hasrat seorang atau sekelompok orang untuk berkuasa. Banyak sekali ASN yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu, baik itu sebagai pelaksana maupun pengawas, oleh karerna itu netralitas sudah menjadi sebuah keniscayaan dan tidak bisa ditawar. Pengawasan netralitas ASN di waktu-waktu rawan seperti sekarang ini sebaiknya dilakukan oleh berbagai pihak, mulai dari atasan langsung, Badan Pengawas Pemilu, maupun peran aktif dari masyarakat.
Netralitas ASN berfungsi menjaga kualitas pemilihan itu sendiri agar terbebas dari intervensi, menjunjung tinggi asas keadilan dalam memberikan porsi dan hak yang sama kepada semua pihak untuk berkompetisi.
Integritas Adalah Koentji
Motivasi apa yang terkadang membuat ASN menjadi tidak netral?pertanyaan yang cukup sederhana untuk dijawab tidak bukan dan tidak lain adalah keberlangsungan karier. Selain itu faktor kekerabatan, ada saudara dari ASN yang ikut berkompetisi sehingga si ASN melalui social media, atau pun memobilisasi rekan kerja atau bawahannya menggiring opini untuk memilih saudaranya tersebut. Ikut berkecimpung dalam pesta demokrasi seolah olah menjadi jalan ninja bagi ASN untuk mendapatkan jabatan yang diinginkan, dengan berkontribusi baik moril atau pun materil ASN berharap mendapatkan imbalan apabila kelompok maupun orang yang mereka dukung berhasil menang. Salah satu pola yang digunakan, terutama bagi ASN yang mempunyai kewenangan, menggunakan fasilitas jabatan, personil atau pun kegiatan di organisasi nya untuk menguntungkan salah satu pihak.
Selalu percaya diri dengan kemampuan yang dimiliki, intergritas tinggi terhadap pekerjaan, ditambah sistem manajemen ASN yang sudah profesional. Jenjang karier untuk ASN seharusnya sudah jelas dan ASN tidak perlu melakukan manuver yang beresiko melalui jalur politik, sudah saatnya menjauhi atau tidak tergoda rayuan-rayuan yang membuat ASN menjadi tidak netral. Sebagai insan pelayan publik, tidak seharusnya ASN berbuat hal semacam itu, ASN harus mendukung penyelenggaraan pesta demokrasi berjalan lancar, mengajak semua masyarakat menyalurkan aspirasinya dengan aman dan nyaman. ASN harus bisa memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa pelayanan publik akan tetap berjalan normal demi menjamin kepentingan masyarakat umum sebagai pembayar pajak meskipun waktu pelaksanaan hajat demokrasi sudah semakin dekat.*(G)
Penulis : Gilang Maulana Editor : G’jodt