Pendidikan

Perlu Tahu, Penjelasan Bahasa Sunda sebagai Bahasa Ibu Masyarakat Sunda

QILAT.COM, ARTIKEL – Setiap tanggal 21 Februari, di setiap tahun diperingati sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional. UNESCO menetapkan tanggal tersebut sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional,  terkait dengan bencana kemanusiaan yang terjadi di Bangladesh.

Pada tanggal 21 Februari 1952, saat itu banyak masyarakat  Bangladesh yang tewas, akibat berbenturan dengan keamanan setempat, mereka berdemo demi memperjuangkan bahasa Bangli untuk menjadi bahasa nasional mereka di Dhaka. 

Resolusi peringatan Bahasa Ibu Internasional ini digagas oleh seorang Bangli yang tinggal di Vancouver – Kanada, bernama Rafiqul Islam, pada tanggal 9 Januari 1998. Dia membuat surat terbuka kepada Kofi Annan, mendesak agar menyelamatkan bahasa-bahasa di dunia yang terancam kepunahan, dengan mendeklarasikan Hari Bahasa Ibu Internasional (International Mother Language Day).

Resolusi tersebut akhirnya diterima dengan baik oleh Sekjen PBB, dan akhirnya dipilihlah tanggal 21 Februari sebagai Hari Peringatan Bahasa Ibu Internadional, yang  berhubungan erat dengan bencana kemanusian di Bangladesh tersebut.

Majelis Umum PBB, secara resmi meminta kepada seluruh anggotanya agar menyelamatkan bahasa-bahasa di dunia pada tanggal 16 Mei 2009. PBB menghimbau agar seluruh masyarakat dunia dapat hidup dalam keberagaman bahasa, dan keanekaragaman multikulturalusme.

Namun sebelumnya, yaitu pada tahun 2008, oleh PBB tahun tersebut diangkat sebagai tahun Bahasa Ibu Internadional, untuk mempromosikan persatuan dalam keanekaragaman bahasa dan budaya. Pada akhirnya ditetapkan tanggal 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasinal.

Permasalahan:

Pertanyaan besar adalah; bahasa apa yang dimaksud dengan bahasa Ibu oleh PBB tersebut. Apakah bahasa yang diajarkan oleh keluarganya sejak seorang anak lahir  atau bahasa daerah yang digunakan oleh masyarakat setempat, dimana anak itu dibesarkan.

Maka, jika merujuk kepada harapan PBB, agar masyarakat di dunia, dapat hidup bersatu dalam keberagaman bahasa dan budaya. Penulis maknai, bahwa bahasa tersebut adalah daerah atau bahasa etnis yang tersebar pada masyararakat di dunia, dengan berbagai varian dialek yang berkembang.

Jadi, bahasa apapun yang berkembang di masyarakat. Baik masyarakat besar, maupun kecil, serta bahasa tersebut dipakai sebagai media komunikasi sehari-hari, dan sebagai penyangga hidup dan berkembangnya budaya etnis, maka bahasa tersebut harus dipertahankan, dipelihara, digunakan, dan dikembangkan di dalam lingkungan etnisnya (daerahnya) masing-masing sebagai bahasa Ibu.

Di Indonesia masih hidup dan berkembang, serta masih dipakai oleh para penuturnya,  beribu-ribu bahasa bahasa daerah. Ini merupakan salah satu kelebihan negara kita, yaitu memiliki kekayaan yang berlimpah dalam hal kebudayaan daerah, yang di dalamnya terdapat bahasa daerah.

Sehingga para peneliti dan ahli kebudayaan dari luar, banyak yang tertarik untuk mengadakan penelitian dan mendokumenkan kebudayaan, terutama bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia. 

Melalui penelitian dan pendokumentasian bahasa dan budaya daerah, tidak sedikit dari hasil penelitian tersebut memberikan informasi mengenai kebiasaan, keperluan, keinginan, peralatan yang diperlukan masyarakat daerah di Indonesia dalam kehidupannya sehari-hari.

Maka, negara-negara maju banyak mengambil kesempatan untuk menyokong hal-hal yang diperlukan masyarakat Indonesia tersebut. 

Mereka penyaluran hasil rekayasa teknologi untuk digunakan oleh masyarakat Indonesia. Begitupun, kita banyak menggunakan produk rekayasa teknologi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari alat yang sederhana, hingga peralatan yang canggih.

Bahasa Sunda, kebudayaan Sunda, dan masyarakatnya, merupakan masyarakat bahasa kedua terbesar setelah masyarakat bahasa Jawa. Tentu saja menjadi incaran para ahli kebudayaan dari negara maju.

Hasilnya, dokumentasi bahasa dan kebudayaan yang dianggap lengkap mengenai kesundaan, ada di negeri orang.  Tepatnya ada di Universitas Leiden – Belanda, bukan di Universitas yang ada di Indonesia, wabil khusus di Universitas yang ada di tatar Sunda (Jawa Barat). 

Pada awal kesadaran, akan pentingnya pemeliharaan, pendokumentasian, dan pengembangan bahasa dan budaya Sunda, terpaksa pemerintah mengirimkan para akademisi dan peneliti bahasa dan budaya Sunda, ke Universitas Leiden – Belanda, untuk belajar bagaimana menghimpun kembali data bahasa dan budaya Sunda.

Juga, mencoba mengembalikan data bahasa dan budaya, serta benda-benda budaya yang mereka kuasai ke tempat asalnya, yaitu Tatar Sunda (Jawa Barat). Pelan tapi pasti, melalui pendekatan keilmuan, data bahasa dan budaya, serta benda-benda budaya tersebut, sebagian kecil dapat kembali ke rumah asalnya ke Tatar Sunda.

Masyarakat Jawa Barat, yang tercatat di dalam statistik kependudukan berjumlah 40 juta orang, saat ini sudah hidup di dalam lingkungan mulitietnis dan multibahasa. Akan tetapi, tentu saja bahasa dengan jumlah penutur terbanyak di Jawa Barat adalah bahasa Sunda.

Meskipun di kota-kota, seperti di Bandung, Bekasi, Bogor, Karawang, bukan jaminan sebagai masyarakat penutur bahasa Sunda dalam komunikasi sehari-seharinya.

Karena kontinuitas kontak bahasa, dengan bahasa nasional Indonesia. Juga, banyaknya perkawinan berbeda budaya etnis, menyebabkan mereka memilih bahasa Indonesia di dalam keluarganya.

Akan tetapi, di daerah-daerah pedesaan yang ada di kabupaten dan kota di Jawa Barat, diperkirakan masih dipergunakan bahasa Sunda, sebagai media komunikasi keluarga dan masyarakat (informasi dari data hasil penelitian Program Studi Satra Sunda Unpad).

Dengan merujuk pada hasil penelitian tersebut, ada harapan besar, bahwa bahasa Sunda masih digunakan oleh sebagian besar masyarakat Sunda (Jawa Barat). Dengan demikian,  dukungan terhadap terpelihara dan perkembangan budaya Sunda pun masih dalam kondisi baik.

Mengapa kebertahanan bahasa Sunda ini harus baik? Sebab, jika bahasanya sudah tidak dipelihara, maka dikhawatirkan budayanya pun akan terabaikan, dan bukan tidak mungkin akan hilang.

Sedangkan kita tahu, bahwa bahasa dan budaya etnis di Indonesia menandai dan sangat mewarnai kehidupan dan berkembangnya budaya dan bahasa nasional Indonesia. Yang di dalam budaya etnis tersebut menempel dan berkembang karakter (soft skill) masyarakat kita, yang terkenal ramah dan sopan, ketika berhadapan dan menerima orang asing.

Para penentu kebijaksanaan di Tatar Sunda saat ini, kelihatannya mulai menyadari, betapa di dalam bahasa dan budaya Sunda tersimpan nilai-nilai pendidikan karakter yang luhur, yang perlu diwariskan kepada generasi berikutnya, melalui dunia pendidikan formal.

Maka, merujuk kepada keputusan menteri tentang pentingnya pendidikan kepada peserta didik, serta disadari bahwa di dalam bahasa dan budaya Sunda, secara tidak langsung mengajarkan pembentukan karakter kepada para pemelajar, diberlakukanlah pelajaran formal bahasa dan budaya Sunda dari tingkat TK, SD, SMP, SMA, hingga ke PT (Perguruan Tinggi).

Selanjutnya, bagi para pemangku pembinaan dan pengembangan bahasa dan budaya Sunda, bagaimana caranya denaan baik,  memanfaatkan kebijaksanaan ini untuk dengan serius  mewariskan nilai luhur kebudayaan Sunda kepada generasi pelanjutnya.

Tentu diperlukan cara yang dapat diterima oleh generasi saat ini. Dengan bijak, sopan dan lembut, disertai penguasaan teknologi pembelajaran saat ini, agar tidak tertinggal dari materi ajar yang lain.

Penutup:

“Basa tèh cicirèn bangsa, ilang basana ilang bangsana” ‘Bahasa adalah identitas bangsa (etnis), hilang bahasanya hilang pula bangsanya’. Maka, menjadi tugas kita bersama, untuk memelihara bahasa dan kebudayaan daerah (Sunda di Jawa Barat). Karena, bahasa dan kebudayaa Sunda (daerah), merupakan bagian yang tak terpisahkan dari bahasa dan budaya nasional, yang dilindungi oleh undang-undang dasar 1945. Yang secara tidak langsung, di dalamnya mengajarkan pendidikan karakter, bagi peserta ajar.

Penulis: Gugun Gunardi

Dosen Tetap Fasa Unfari, Lektor Kepala, Alumni S3 Pasca Unpad.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button